Minggu, 06 Februari 2011

IPW: Fatwa MUI & SKB 3 Menteri Buat Polisi Ragu-ragu Menindak

Jakarta - Keberadaan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri dan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dianggap menjadi biang kegagalan aparat mencegah kekerasan terhadap Ahmadiyah. Sebab, kepolisian dan aparat desa yang berada di lokasi kejadian, menjadi ragu-ragu untuk mencegah peristiwa yang menewaskan 3
orang itu.

"Karena ada SKB dan fatwa MUI yang seolah-olah membenarkan sikap apapun termasuk kekerasan kepada Ahmadiyah. Kepolisian dan aparat desa yang berada di lokasi menjadi ragu-ragu untuk mencegah, justru membiarkan," kata penasehat Indonesian Police Watch (IPW) Johnson Panjaitan saat dihubungi detikcom, Senin (7/2/2010).

"Faktanya, aparat kepolisian dan kepala desa sebenarnya mengetahui. Bahkan sudah memberitahu ke pihak Ahamadiyah. Tapi karena ada fatwa MUI bahwa Ahmadiyah sesat, jadi ragu untuk mencegah," tandas Johnson.

Alhasil IPW meminta Presiden segera mengevaluasi keberadaan SKB dan Fatwa MUI tersebut. Sehingga, payung hukum menjadi lebih jelas dan tidak ambigu.

"Yang paling bertanggjungjawab adalah kepolisian dan aparat desa yang ada di lokasi dan MUI. Ini sesuatu yang sistemik. Harus ada evaluasi hingga level Presiden untuk mengevaluasi SKB dan Fatwa MUI. Bila dibiarkan, ini akan mencoreng Indonesia di mata dunia internasional," pinta Johnson.

Minggu kemarin, massa mengerebek rumah yang diyakini markas Ahmadiyah di desa Cikeusik, Pandeglang. Kronologis kejadian masih banyak versi. Hanya saja, akibat bentrok tersebut, 3 orang tewas dan 5 orang luka parah.

Peristiwa tersebut merupakan kali kesekian setelah berbagai peristiwa kekerasan menimpa penganut Ahmadiyah seperti di Kuningan dan Nusa Tenggara Barat (NTB) - Nusa Tenggara Timur (NTT).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar